Selasa, 02 April 2013


Meracik teh PERBAWATI produksi perkebunan nusantara VIII tanggal 25 oktober 2009 yang disimpen di gudang daerah Sindang Sirna No. 4 Bandung yang bersuhu 25 derajat celcius (celcius dijadikan ukuran panas yang tetap dalam pembuatan teh ini) dengan gula batu ALINI yang di packing di Jakarta daerah selatan yang menerima suplai dari daerah Probolinggo, Jawa Timur. Dimasak dengan rice cooker dengan panas 95 derajat selama 15 menit lebih 25 detik lalu dibiarkan dingin sekitar 2 menit. Disaring dengan saringan kain dengan kerapatan 25 micron sambil digoyang searah jarum jam sebanyak 25 kali. Lalu masukkan gula batu yang sudah didinginkan selama 8 jam dengan sendok sedikit demi sedikit dengan kecepatan 25cm/jam. Biarkan dingin selama 10 menit lalu setelah itu bisa diminum dengan gelas berdiameter 7 cm dengan kedalaman 10 cm. ditatak dengan piring kecil yang terbuat dari tanah liat daerah Kulonprogo yang dipanasi dengan pembakaran jerami selama 7hari 7malam yang terus dijaga suhunya 700 derajat. Disajikan pada meja kecil dari potongan batang pohon yang sudah berukuran 25 tahun dan memiliki 8 sudut akar yang warnanya berbeda-beda. Dipotong dengan gergaji dua mata dengan penebangan di pagi hari sekitar jam 10.30 dan diamplas dengan amplas no 1 sebanyak 3 kali, no 3, 4 kali dan no 8 sebanyak 8 kali. Di varnish dengan cat varnish dari herbal yang dihasilkan dari daerah papua yang diproduksi oleh warga setempat untuk pewarna koteka.

Penyajian dilakukan dengan membawa baki dari rotan yang sudah dibentuk dengan lempengan plat 8 mm dan di tatak dengan daun pisang segar yang baru dipetik langsung dari kebun sendiri agar pembuangan panas tidak lebih dari 8 joule per detik. Dibawa perlahan dengan ditutup dengan tempurung kelapa kopyor dari Sukabumi agar hawa luar tidak mempengaruhi kualitas udara yang ada di sekitar teh. Diturunkan dengan cara jongkok perlahan seperti duduk antara dua sujud, diletakkan di meja yang sudah dipersiapkan. Dipegang bagian piring tatakan tanpa menyentuh bagian gelas. Tangan harus sudah dicuci dengan sabun anti septik yang dibasuh dengan air hangat sekitar 50 derajat. Tahan napas Anda saat meletakkan piring karena akan membuat kualitas teh tetap terjaga dari napas yang sudah terkontaminasi dengan polusi kota Jakarta. Saat penyaji hendak berdiri, kepala harus tetap lurus dengan sudut 90 derajat tanpa menggerakkan kelopak mata agar efek penglihatan ke teh bisa dihindari sehingga teh tidak merasa diserang. Berdiri perlahan dan berbalik badan tidak boleh menggerakkan sehelai rambut dengan maksud tidak menebar aroma rambut yang menyengat. Dan teh bisa diseruput dengan pelan dengan memegang gelas bagian kanan 65derajat lintang timur 95 lintang barat. Bagian kiri 34 derajat bagian tenggara 23 derajat bagian timur laut. Diangkat dengan kecepatan 1 meter per jam dengan menahan napas. Hirup aroma teh terlebih dahulu agar badan tidak kaget dan terbiasa dengan kesegaran teh PERBAWATI. Diseruput dengan perlahan bagian pinggir gelas yang ada kemiringan lengkungan 3 derajat. Perlahan tapi pasti. Selesai sudah menyajikan dan menyantap teh PERBAWATI dengan rasa yang menggoda hati... sebenarnya bangsa Indonesia memiliki cara penyajian teh yang baik dan benar seperti Jepang yang sudah ada ribuan tahun. Cara ini diadaptasi oleh saya dalam hayalan... Selamat mencoba dan salam kuliner Indonesia!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar