Meracik teh PERBAWATI
produksi perkebunan nusantara VIII tanggal 25 oktober 2009 yang disimpen di
gudang daerah Sindang Sirna No. 4 Bandung yang bersuhu 25 derajat celcius
(celcius dijadikan ukuran panas yang tetap dalam pembuatan teh ini) dengan gula batu
ALINI yang di packing di Jakarta daerah selatan yang menerima suplai dari
daerah Probolinggo, Jawa Timur. Dimasak dengan rice cooker dengan panas 95
derajat selama 15 menit lebih 25 detik lalu dibiarkan dingin sekitar 2 menit. Disaring
dengan saringan kain dengan kerapatan 25 micron sambil digoyang searah jarum
jam sebanyak 25 kali. Lalu masukkan gula batu yang sudah didinginkan selama 8
jam dengan sendok sedikit demi sedikit dengan kecepatan 25cm/jam. Biarkan
dingin selama 10 menit lalu setelah itu bisa diminum dengan gelas berdiameter 7
cm dengan kedalaman 10 cm. ditatak dengan piring kecil yang terbuat dari tanah
liat daerah Kulonprogo yang dipanasi dengan pembakaran jerami selama 7hari
7malam yang terus dijaga suhunya 700 derajat. Disajikan pada meja kecil dari
potongan batang pohon yang sudah berukuran 25 tahun dan memiliki 8 sudut akar
yang warnanya berbeda-beda. Dipotong dengan gergaji dua mata dengan penebangan
di pagi hari sekitar jam 10.30 dan diamplas dengan amplas no 1 sebanyak 3 kali,
no 3, 4 kali dan no 8 sebanyak 8 kali. Di varnish dengan cat varnish dari
herbal yang dihasilkan dari daerah papua yang diproduksi oleh warga setempat
untuk pewarna koteka.
Penyajian dilakukan
dengan membawa baki dari rotan yang sudah dibentuk dengan lempengan plat 8 mm
dan di tatak dengan daun pisang segar yang baru dipetik langsung dari kebun
sendiri agar pembuangan panas tidak lebih dari 8 joule per detik. Dibawa
perlahan dengan ditutup dengan tempurung kelapa kopyor dari Sukabumi agar hawa
luar tidak mempengaruhi kualitas udara yang ada di sekitar teh. Diturunkan
dengan cara jongkok perlahan seperti duduk antara dua sujud, diletakkan di meja
yang sudah dipersiapkan. Dipegang bagian piring tatakan tanpa menyentuh bagian
gelas. Tangan harus sudah dicuci dengan sabun anti septik yang dibasuh dengan air
hangat sekitar 50 derajat. Tahan napas Anda saat meletakkan piring karena akan
membuat kualitas teh tetap terjaga dari napas yang sudah terkontaminasi dengan
polusi kota Jakarta. Saat penyaji hendak berdiri, kepala harus tetap lurus
dengan sudut 90 derajat tanpa menggerakkan kelopak mata agar efek penglihatan
ke teh bisa dihindari sehingga teh tidak merasa diserang. Berdiri perlahan dan
berbalik badan tidak boleh menggerakkan sehelai rambut dengan maksud tidak
menebar aroma rambut yang menyengat. Dan teh bisa diseruput dengan pelan dengan memegang gelas
bagian kanan 65derajat lintang timur 95 lintang barat. Bagian kiri 34 derajat
bagian tenggara 23 derajat bagian timur laut. Diangkat dengan kecepatan 1 meter
per jam dengan menahan napas. Hirup aroma teh terlebih dahulu agar badan tidak
kaget dan terbiasa dengan kesegaran teh PERBAWATI. Diseruput dengan perlahan
bagian pinggir gelas yang ada kemiringan lengkungan 3 derajat. Perlahan tapi
pasti. Selesai sudah menyajikan dan menyantap teh PERBAWATI dengan rasa yang
menggoda hati... sebenarnya bangsa Indonesia memiliki cara penyajian teh yang baik dan benar
seperti Jepang yang sudah ada ribuan tahun. Cara ini diadaptasi oleh saya dalam
hayalan... Selamat mencoba dan salam kuliner Indonesia!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar